Sabtu, 02 April 2022

Review Jurnal Menggunakan Teori Ilmiah


Secara etimologis, kata seni berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Sani yang artinya pemujaan, persembahan, dan pelayanan. Dengan kata lain, seni sangat erat hubungannya dengan upacara keagamaan yang disebut juga dengan “kesenian”.  Secara sederhana seni adalah bentuk komunikasi antar manusia.

            Secara etimologi, resensi berasal dari bahasa latin, dari kata kerja revidere atau recensere yang memilik arti melihat kembali, menimbang atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review.

 

Pada kesempatan kali ini saya akan me-review 3 buah jurnal yang berkaitan dengan seni  dengan menggunakan beberapa teori sebagai berikut,

 


Jurnal Pertama

 

Judul              :  ANALISIS SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE KARYA PATUNG RAJUDIN BERJUDUL MANYESO DIRI

 

Karya             :  Mukhsin Patriansyah, Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Budaya Universitas Indo Global Mandiri Palembang

 

Objek              :  Seni rupa patung berjudul Menyeso Diri, karya Rajudin

 

Pendekatan    :  Pendekatan yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah Pendekatan Kualitatif.

 

Teori               :  Teori Semiotika Charles Sanders Peirce.

 

Metode dan Analisis  :  Metode yang digunakan untuk mengetahui makna yang ada di dalam karya patung Rajudin ini adalah metode analisis interpretasi.

 

Kesimpulan               

Karya ini mempunyai hubungan erat dengan latar belakang kebudayaan Minangkabau. Dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda yang dihasilkan mengarah pada upaya Rajudin untuk menyampaikan pesan sosial kepada para perempuan Minangkabau hari ini. Rajuddin ingin menyampaikan pesan berupa pengarahan agar setiap wanita di Minangkabau lebih berhati-hati dalam bertingkah laku serta menjaga sikap dan perbuatannya agar menjadi panutan bagi anak dan kemenakan nantinya. Sesuai dengan judul yang diberikan oleh si seniman yakni “Manyeso Diri”.

 

Hal yang Bisa Saya Pelajari

Hal yang dapat saya pelajari setelah mengulas jurnal ini adalah pesan moral yang terkandung dalam karya seni rupa Menyeso Diri. Banyak wanita di Minang kabau lupa akan identitasnya sendiri sebagai Bundo Kanduang yang menjadi panutan di dalam keluarga, kebanyakan wanita Minangkabau sekarang ini lebih mengarah ke hal-hal yang negatif dan bertentangan dengan norma-norma dan adat-istiadat yang berlaku di Minangkabau. Pernyataan tersebut dapat merugikan atau menyiksakan dirinya sendiri karena tidak dianggap sebagai wanita yang mempunyai kedudukan tertinggi dan mulia di kalangan kaum laki-laki.


Sumber

http://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Ekspresi/article/viewFile/76/64




Jurnal Kedua

 

Judul                          :  WARAK NGENDOG: SIMBOL AKULTURASI BUDAYA PADA KARYA SENI RUPA

 

Karya                         :  Triyanto, Nur Rokhmat, Mujiyono. Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

 

Objek                          :  Objek pada penelitian ini adalah Warak Ngendong

 

Pendekatan                :  Penelitian ini memilih pendekatan kualitatif. Sasaran penelitian ini adalah aspek-aspek intra estetik dan ekstra estetik perwujudan bentuk Warak Ngendog sebagai simbol akulturasi budaya masyarakat Kota Semarang.

 

Teori                           :  Teori Estetika

 

Metode dan Analisis :  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi.

 

Kesimpulan

            Pertama, secara intra estetik, bentuk Warak Ngendog merepresentasikan binatang rekaan sebagai hewan berkaki empat, berekor, berbadan seperti kambing, berleher panjang seperti unta, berkepala naga dan seluruh tubuhnya berbulu keriting seperti bulu pitik walik berwarna-warni.

            Kedua, latar belakang kehidupan budaya masyarakat Semarang yang multi kultur, yakni budaya Jawa, Arab, dan Cina, secara ekstra estetik (simbolik) terakulturasi pada ekspresi keseluruhan struktur bentuk yang terdiri atas badan, kaki, dan ekor kambing yang dimaknai merepresentasikan budaya Jawa, leher unta yang dimaknai merepresentasikan budaya Arab, dan kepala naga yang dimaknai merepresentasikan budaya Cina.

            Ketiga, pesan edukatif yang terefleksikan dalam simbol Warak Ngendok adalah ajaran-ajaran nilai-nilai moral keagamaan yang bersifat Islami, yakni mengendalikan nafsu-nafsu negatif manusia dalam menjalani laku ibadah puasa dalam rangka menuju kembali ke fitrah kesucian. Selain itu, secara ekstra estetik Warak Ngendog melambangkan harmoninya kehidupan budaya yang membentuk kesatuan identitas bersama dalam realitas budaya yang beragam.

 

Hal yang Bisa Saya Pelajari

            Kita dapat mengetahui bahwa Warak Ngendog merupakan kreativitas budaya lokal yang menjadi maskot dalam tradisi ritual Dugderan masyarakat Kota Semarang. Kita juga dapat mengetahui akulturasi budaya Jawa, Arab, dan Cina yang melahirkan budaya lokal Semarang yaitu Warak Ngendong.

 

Sumber

https://media.neliti.com/media/publications/168804-ID-warak-ngendog-simbol-akulturasi-budaya-p.pdf

 

 

 

 

Jurnal Ketiga

 

Judul                          :  Karya Mural Sebagai Medium Mengkritisi Perkembangan Jaman (Studi Kasus Seni Mural Karya Young Surakarta)

 

Karya                         :  Ryan Sheehan Nababan Desain Komunikasi Visual Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Indonesia

 

Objek                          :  Karya Seni Mural Young Surakarta

 

Pendekatan                :  Penelitian ini menggunakan pendekatan Deskriptif Kualitatif, yaitu mendeskripsikan dengan rinci dan mendalam mengenai gambaran kondisi yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan.

 

Teori                           :  Teori yang digunakan dalam jurnal ini adalah Teori Fungsionalisme
Menurut Lorimer et al, teori fungsionlisme adalah salh satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial yang menekankan kebiasaan pada masyrakat tertentu.

 

Metode dan Analisis :  Metode yang dipakai adalah Purposive Sampling karena mampu menangkap kelengkapan, kebenaran, dan kedalaman data. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam.  Kemudian menggunakan Observasi, yaitu mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap fenomena yang muncul selama proses kerja kreatif  Young Surakarta. Lalu menggunakan Content analysis, yaitu mencatat isi penting (baik tersurat maupun tersurat) pada dokumen atau arsip berupa foto, gambar, video, catatan penting, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan Young Surakarta beserta karya seni muralnya.

 

Kesimpulan

            Mural sebagai salah satu media seni rupa tidak terpengaruh akan perkembangan teknologi. Hal ini terkait dengan syarat khusus mural yang membutuhkan dinding berukuran besar sebagai medianya. Belum ada teknologi yang mampu digunakan untuk membantu seniman dalam memproduksi mural. Meskipun demikian, mural dengan cara konvensionalnya tetap eksis dan semakin menjamur keberadaannya dengan tujuan dan fungsi yang berbedabeda, baik untuk penyampai pesan kritik sosial, patronase politiki, ideologi, maupun pesan yang memiliki nilai ekonomi.

 

Hal yang Bisa Saya Pelajari

            Kita dapat mempelajari bahwa dalam proses dan kerja kreatif kesenian atau desain, pada studi ini adalah karya mural dari Young Surakarta, dapat menjadi medium penyampai pesan nilai moral serta menjadi medium untuk mengkritisi dan refleksi terhadap perkembangan teknologi. Di era perkembangan teknologi saat ini, mural masih dapat ditemui eksistensinya. Di saat manusia dengan segala sesuatu pemenuhan kebutuhannya memerlukan campur tangan teknologi, termasuk dalam kebutuhan memproduksi karya seni maupun desain, eksistensi mural tetap ada. Tidak seperti karya seni rupa atau desain yang lain (seperti misalnya karya seni cetak grafis, seni lukis, atau bahkan animasi) yang saat ini sudah membutuhkan kehadiran teknologi untuk memudahkan proses produksinya, mural masih tetap menggunakan cara konvensional, yaitu menggambar manual dalam proses produksinya. Dalam artian ini, mural tidak terpengaruh dengan perkembangan teknologi.

 

Sumber

http://icadecs.um.ac.id/wp-content/uploads/2019/05/Full-Paper_Ryan-Sheehan-Nababan_ICADECS-19.pdf

Senin, 21 Maret 2022

Semiotika Dalam Kehidupan Sehari-Hari

 

Semiotika Dalam Kehidupan Sehari-Hari

 

Pengertian Semiotika

            Van Zoest mendefinisikan semiotik adalah ilmu tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.   Sedangkan dalam buku Analisis Teks Media (2015) oleh Sobur, dijelaskan bahwa semiotika berasal dari kata Yunani ‘semeion’ yang berarti ‘tanda’. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), semiotika adalah ilmu (teori) tentang lambang dan tanda (dalam bahasa, lalu lintas, kode morse, dsb).


Fungsi atau Kegunaan Semiotik

            Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal. Sebagai pengetahuan praktis, pemahaman terhadap keberadaan tanda-tanda, khususnya yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui efektivitas dan efesiensi. Jadi, pemanfaatan sistem tanda secara benar mempermudah aktivitas kehidupan.

 

Semiotika Dalam Kehidupan Sehari-Hari

 

Ayah yang Marah Melihat Anaknya Tidur Larut Malam

            Saya seorang mahasiswi jurusan Desain Komunikasi Visual. Keseharian saya berkuliah, mengikuti kelas online, dan begadang mengerjakan tugas merupakan kebiasaan saya. Suatu hari saya sedang mengerjakan tugas mata kuliah Gambar Etnik, yaitu membuat sketsa motif ragam hias dari Indonesia Bagian Timur. Waktu itu saya menunda pekerjaan hingga deadline tugas saya menumpuk di hari esok. Maka dari itu saya memutuskan untuk begadang.

            Rasa kantuk dan jenuh datang menghampiri saya. Sehingga saya menyalakan musik dari handphone saya. Namun itu sebuah kesalahan besar, karena saya membuat ayah saya terbangun. Beliau membuka pintu kamar saya dengan membantingnya kemudian lantang berteriak, “Malam-malam bukannya tidur malah main HP sampai larut malam! Tidur kamu sudah jam 2 masih saja berisik! Mengganggu tidur saja!”.

            Saya terkejut dan langsung melihat ke sumber suara. Raut wajah ayah saya yang sedang marah karena tidurnya terusik. Nada suaranya yang tinggi membentak saya, raut mukanya yang terlihat merah, dahi dan alisnya berkerut, serta matanya melihat tajam ke arahku. Beliau marah besar dan itu membuatku takut. Sehingga aku mematikan musik dari handphone ku dan segera membereskan tugasku. Kemudian ayah menutup pintu kamarku dan pergi ke arah dapur.

 

Semiotika Dalam Cerita (Signifier dan Signified)

                Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Penanda (signifier) adalah “bunyi-bunyi yang bermakna‟ atau “coretan yang bermakna‟, jadi penanda adalah aspek material dari bahasa (yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca). Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bartens, 2001 : 180). Suara yang muncul dari sebuah kata yang diucapkan merupakan penanda (signifier), sedang konsepnya adalah petanda (signified).

                Contoh penanda (signifier) adalah ketika ayah saya marah, beliau meninggikan nada suara dan membentak-bentak. Suaranya lantang dan keras.

                Contoh petanda (signified) adalah ketika ayah saya marah, beliau membanting pintu untuk meluapkan emosinya. Ekspresi wajahnya yang terlihat marah, seperti mengerutkan alis, menatap tajam, dan raut wajahnya merah.

 

Sumber :

https://journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/628

Senin, 14 Maret 2022

 

KAJIAN SENI

 

            Untuk mengkaji kesenian secara ilmiah, maka selalu digunakan berbagai teori dan metode.  Kajian‑kajian terhadap seni pertunjukan (pertunjukan budaya) telah lama dilakukan orang, terutama oleh para ahli budaya.

 

Seni dalam Kajian Estetika


            Dalam sejarah pengetahuan dan sains, studi terhadap unsur‑unsur  keindahan, dilakukan dalam disiplin yang disebut estetika (aesthetic) atau dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat keindahan. Dalam peradaban Barat, estetika dimulai dari sumber‑sumber‑sumber budaya Yunani dan Romawi. Edward et al. (eds.) membagi sejarah perkembangan filsafat Barat, termasuk estetika ke dalam periode‑periode: Plato, yang pada prinsipnya memperbincangkan seni dan kerajinan (kriya), imitasi, keindahan, seni dan pengetahuan, dan seni serta moralitas. Aristoteles, yang memperbincangkan pengetahuan tentang penikmatan seni, imitasi, penikmatan keindahan, keuniversalan seni, serta katarsis. Filosof klasik yang lebih akhir, yang umumnya berminat dalam puisi dan masalah semantik. Di antaranya Zeno, Cleanthes, dan Chrysippus. Abad Pertengahan yang ditokohi oleh St. Agustinus dan Thomas Aquinas. Keduanya memisahkan unsur penikmatan dan hasil dari keindahan. Renaisans, yang berkembang pada abad ke‑15 dan 16. Pada saat ini dilakukan revivalisasi filsafat‑filsafat Plato, sehingga periode ini disebut juga dengan Neo‑Platonisme. Rasionalisme Cartesian pada Zaman Pencerahan; Empirisisme, Idealisme. Para Filosof Jerman yang ditokohi oleh Immanuel Kant. Romantisisme, yang menekankan kepada unsur ekspresi emosional. Serta Perkembangan Kontemporer (Edward et al. 1967: volume I dan 2).

 

Pendekatan Ilmiah dan Teori‑teori

 

            Ilmu pengetahuan (sains) adalah suatu disiplin yang mempunyai tahap‑tahap dan prosedur tertentu, yang sering disebut dengan pendekatan ilmiah. Di antaranya adalah: rasionalisme, empirisme, determinisme, hipotesis dan pembuktian, asumsi, pengamatan, penelitian, dan lainnya (Lihat Denzin dan Lincoln 1995).

 

 Teori Evolusi

 

            Selain itu dalam seni dipergunakan pula teori evolusi. Pada dasamya. teori evolusi menyatakan bahwa unsur kebudayaan berkembang sejalan dengan perkembangan ruang dan waktu, dari yang berbentuk sederhana menjadi lebih. kompleks. Teori ini dalam kesenian banyak digunakan untuk mengkaji sejarah seni. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Wan Abdul Kadir dari Malaysia dalam tulisannya. yang bedudul Budaya Popular dalam Masyarakat Melayu Bandaran (1988), yang mengkaji perkembangan kebudayaan Melayu dari masa kerajaan Melayu Melaka sampai akhir Perang Dunia Kedua‑‑yaitu. terdiri dari masa Kerajaan Melayu Melaka 1400‑an berkembang ke masa pendudukan Pulau Pinang oleh Inggris tahun 1786, pembukaan Singapura 1819, Pemerintahan Kolonial sampai 1874, 1880‑an pertumbuhan teater bangsawan, 1908 film, 1914 piringan hitam, 1930 film Melayu, dan 1930‑an radio. Wan Abdul Kadir melihat perkembangan budaya masyarakat Melayu dari yang sederhana ke yang lebih kompleks dalam batasan waktu tahun 1400‑an sampai pertengahan abad ke‑20 dan berdasarkan penemuan teknologi baru.

 


 Teori Difusi

 

            Teori difusi juga dipergunakan dalam mengkaji seni. Pada prinsipnya, teori ini mengemukakan bahwa suatu kebudayaan dapat menyebar ke kebudayaan lain melalui kontak budaya. Karena teori ini berpijak pada alasan adanya suatu sumber budaya, maka ia sering ~isebut juga dengan teori monogenesis (lahir dari suatau kebudayaan). Lawannya adalah teori poligenesis, yang menyatakan bahwa beberapa kebudayaan mungkin saja memiliki persamaan‑persamaan baik ide, aktivitas, maupun benda. Tetapi sejumlah persamaan itu bukanlah menjadi alasan adanya satu sumber kebudayaan. Bisa saja persamaan itu muncul secara kebetulan, karena ada unsur universal dalam diri manusia. Misalnya bentuk dayung perahu hampir sama di mana‑mana di dunia ini. Namun itu tidak berarti bahwa ada satu sumber budaya pembentuk dayung perahu. Teori ini banyak dipergunakan oleh para pengkaji seni yang mencoba mencari adanya sebuah sumber budaya. Dalam kajian seni, misalnya sebagian besar peneliti percaya bahwa zapin berasal dari Yaman. Hal ini didukung oleh fakta‑fakta sejarah dan persebaran kesenian ini ke berbagai kawasan di Nusantara.

 

 

 

Sumber :

http://studentsrepo.um.edu.my/5395/3/BAB_3.pdf

 

https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/BIOL431702-M1.pdf

 

https://www.researchgate.net/profile/Muhammad-Takari/publication/295906330_ARKEOMUSIKOLOGIPERTUNJUKAN_DI_NUSANTARA/links/56cfc0aa08ae4d8d649fca8f/ARKEOMUSIKOLOGIPERTUNJUKAN-DI-NUSANTARA.pdf

 

Desain Digital Pada Chanel Youtube MiawAug Yang Dikaji Dengan Teori Semiotika

1.       Apa Itu Desain Digital? Secara sederhana, Desain digital adalah jenis komunikasi visual yang menyajikan informasi atau produk ata...